CINTA DALAM DIAM
Senja kini telah
tiba, panorama indahnya alam kini semakin terasa. Namun, kumerasa ada hal lain
yang membuat hatiku gundah. Entah, aku tak tahu pasti akan hal itu. Tentunya
aku tak berharap ada hal buruk yang terjadi.
Seiring waktu
berjalan, kini senja telah pergi dan hanya ada pekatnya malam disana. Tanpa
bintang, tanpa bulan… malam ini seakan semakin sepi, menemani kegundahan
hatiku.. aku hanya terdiam memandang langit dikamar, melihat begitu suramnya
diatas sana tak ada cahaya yang mampu meneranginya karena bintang,bulan, dan
matahari kini tak tahu keberadaannya.
Kuteringat sosok
yang pernah membuatku mengerti hidup ini, sosok yang membuatku mensyukuri hidup
ini, sosok yang membuatku selalu bersemangat dalam meraih cita cita
dikehidupanku ini.
Pagi itu, aku
berangkat lebih awal dari biasanya. Aku tak tahu mengapa, yang pasti aku merasa
ada hal menarikku untuk berangkat lebih awal. Sesampainya disekolah, kulihat
sudah ada sepasang sepatu yang tergeletak dirak sepatu. “Pasti Rini..” pikirku
dalam hati. Rini adalah sahabatku dikelas ini, kepada dialah aku bercerita
tentang semua pengalamanku, baik itu bahagia ataupun sedih, tempat berbagi
keluh kesahku dan segala perasaanku. Rinipun tak pernah sama sekali mengeluh,
ia tetap selalu menjadi sahabatku yang setia disampingku. Ia juga terkenal
dengan anak yang rajin, setiap hari ia selalu berangkat pagi-pagi untuk bersih
bersih kelas walaupun itu bukan jadwal piket. Sungguh mulia hatinya.
Namun, setelah ku
memasukki kelas.. dugaanku salah, ia bukanlah rini, melainkan Iasz.
“Assalamu’alaikum..” sapaku padanya, “Waalaikumsalam..” jawabnya dengan senyuman
indah dibibirnya. Tak seperti biasanya ia berangkat pagi, padahal ia selalu
masuk telat akhir akhir ini. “Tumben udah dateng?” tanyaku padanya, ia
tersenyum lalu beranjak mendekat kepadaku, “Ya gpp donk Ra.. masak gue harus
telat melulu tiap sekolah? Malu donk..!” jawabnya santai, aku hanya tersenyum,
“BTW, lo udah ngerjakan PR matematika?” tanyanya lagi, “mmm.. beluummm. PR-nya
sulit sich!” keluhku padanya, “Tumben lo belum ngerjakan, biasanya paling rajin
sendiri dikelas ini” katanya dengan senyuman khas dia. “Gw udah selesai..”
katanya lagi dengan santai, “Loo bbisa ngerjain soal itu? Alah omong kosong?”
jawabku tak percaya, namun ia segera mengambil bukunnya dan menyerahkannya
padaku. Aku tak tahu, tak pernah sedikitpun aku berfikir ia bisa mengerjakan
soal sesulit ini. tanpa kusuruh, ia menuju kebangkuku dan menjelaskan
maksud PR tersebut serta menyelesaikannya dengan mudah dan cepat. Aku kagum,
sungguh benar kagum padanya. Kenapa ia bisa secerdas itu? Namun, Tiba tiba ada
siswa lain yang datang, ia segera menjauh dari bangkuku dan duduk dibangkunya
tanpa berucap sepatah katapun padaku.
“Anehh..” lirihku,
ia hanya tersenyum. Namun ku tak hiraukan. “tett..teett..” bel masuk kini telah
berbunyi, waktu belajar mengajarpun dimulai. Saat pelajaran IPA, yang kebetulan
guru itu adalah wali kelasku. Beliau membuat tatanan baru dikelas ini. yang
tentunya tatanan ini akan berbeda dengan sebelumnya, “IRA… Semoga kita sebangku
lagi ya..!” Harap Dina teman sebangkuku. , “Hmm.. iya Din. Kuharap juga begitu”
jawabku, walaupun sebenarnya ada keinginan lain.
Entah mengapa aku
ingin sekali sebangku dengan Iasz. Aku ingin sekali
dekat dengannya. Sejak kejadian tadi pagi, aku merasa ada hal yang berbeda, aku
merasa senang bila ia ada didekatku. “Namun apakah mungkin?” lirihku tiba
tiba.. “Hayoo.. kamu kenapa?” tanya Rini tiba tiba, “Mmm.. gpp, mungkin gg ya
aku sebangku dengan Iasz?”
tanyaku lirih pada Rini.. “Uppss.. ciiee…khhmm.. ada rasa nich?” goda Rini..
“yee.. gaklah, kucuma mau hal yang baru aja.” Belaku, “hahha.. liat aja nanti,
kamu pasti sebangku kog dengan Aldi” Rini tertawa mendengar jawabanku. Aku
hanya diam.
Ternyata benar
setelah Bu guru menyampaikan tatanan bangkunya, aku sebangku dengan Iasz sedangkan Rini
dengan Alvin. Hatiku senang sekali, aku pun tersenyum kulihat Rini juga begitu.
Mungkin kami berdua mendapatkan teman sebangku sesuai dengan harapan masing
masing. Dan Akupun segera menuju bangku tersebut dan duduk kembali lalu
melanjutkan kegiatan belajar mengajar seperti biasanya. Aku dan Iasz selalu bahu
membahu jika ada mapel yang belum kita pahami.
Beberapa bulan
telah terlalui, kini aku dan Iasz sudah semakin
dekat. Kamipun bersahabat, Iasz selalu
menyemangatiku, memberiku nasehat, dan ia juga selalu setia mendengarkan
curahan hatiku. Kini, setiap aku punya masalah tak hanya kepada Rini sajalah
aku bercerita,namun aku juga selalu cerita pada Iasz begitu juga
dengan dia. Kami tak pernah berbohong satu sama lain, selalu jujur dan saling
percaya.. hal itulah yang membuat persahabatan kami selalu terlihat indah. Kami
juga sering bermain bersama, bercanda, menangis, dan tertawa bersama.
Tak terasa, satu
semester telah terlalui. Kini waktunya untuk melihat hasil nilai kami belajar
mengajar selama ini, tak kusangka nilaiku semakin membaik dan peringkat satupun
aku dapatkan, sedangkan Iasz ia berada dalam
peringkat kedua, nilai kami tak beda jauh hanya selisih 3. Namun, hal itu tak
pernah kami masalahkan. Bahkan hal itu membuat kami semakin giat belajar dan
lebih serius dalam bersaing. Aku dan Iasz pun selalu
memperebutkan juara satu dikelas, jika semester ini aku yang dapat maka
semester selanjutnya iasz
yang dapat. Hal tersebut berlangsung hingga 2 tahun.
Kini semua terasa
berbeda, kelas baru ini sungguh tak mengenakkan. Aku tak lagi sebangku dengan Iasz bahkan kami harus
pisah kelas, sedih memang. Kamipun jadi jarang bercerita, jarang bermain
bersama, jarang bercanda, menangis, dan tertawa seperti dulu. Aku merasa ada
hal ganjil dihatiku, aku seperti tak rela ini semua terjadi, aku ingin kembali
seperti dahulu lagi, ketika aku dekat dengannya. Aku tak tahu, ada apa dengan
perasaanku saat ini, yang kutahu aku selalu memikirkannya, aku selalu teringat
segala yang kualami dengannya, hanya dia dan dia yang kini ada diotakku. “Rin,
kenapa sich dengan aku ini?” cerita kupada Rini dengan nada sedih, “Aku ingin
kembali seperti dulu, saat aku masih bisa dekat dengannya..” lanjutku, “Sabar
aja, mungkin ini yang terbaik..” nasehat Rini padaku, “Tapi aku gg suka jika
aku jauh darinya, melihat dia dengan orang lain aja aku gg suka Rin, apalagi
kalau dia lagi sama cewe’ kelasnya aku gg suka” curhatku lagi padanya, “Apa
mungkin aku suka sama dia?” tanyaku pada Rini, Rini terdiam sejenak “Aku rasa
juga begitu, kamu sepertinya cinta sama dia” katanya tulus. Aku terdiam, apakah
mungkin? Aku tak mempercayainya bahkan aku ingin menolaknya, namun bagaimana
bisa? Mencintainya itu tulus ada dihatiku tanpa kuundang, dan kini rasa itu tak
bisa ku hapus. Sungguh.. padahal ku hanya ingin menjadi sabahatnya seja, tak
ingin lebih dari itu. Namun apalah daya jika cinta kini telah ada, jika cinta
kini telah aku rasakan. Aku benar tak mempercayainya, bahkan aku takut, takut
jika dia menjauh ketika dia tahu perasaanku padanya. Biarlah, biarlah aku diam,
menjadi sahabatnya saja aku sudah bersyukur, apalagi bisa mengenalnya dengan
dekat, biarlah aku akan mencoba diam, diam dengan semua yang akau rasakan. Dan
jika ia mempunyai perasaan sama, semoga cinta dapat bersatu, namun jika
ternyata hatinya telah tercipta untuk orang lain, aku akan mencoba melepasnya,
walaupun itu sangat sulit dan menyakitkan hati.
Hingga sekarang,
ketika aku telah berada jauh darinya, aku tetap mencintainya, menyayanginya
setulus hatiku, walau sampai saat ini. hanya persahabatanlah yang mengikat
kami.
THE END……