Selasa, 12 Maret 2013

Diam di Dalam Cinta



CINTA DALAM DIAM
Senja kini telah tiba, panorama indahnya alam kini semakin terasa. Namun, kumerasa ada hal lain yang membuat hatiku gundah. Entah, aku tak tahu pasti akan hal itu. Tentunya aku tak berharap ada hal buruk yang terjadi.
Seiring waktu berjalan, kini senja telah pergi dan hanya ada pekatnya malam disana. Tanpa bintang, tanpa bulan… malam ini seakan semakin sepi, menemani kegundahan hatiku.. aku hanya terdiam memandang langit dikamar, melihat begitu suramnya diatas sana tak ada cahaya yang mampu meneranginya karena bintang,bulan, dan matahari kini tak tahu keberadaannya.
Kuteringat sosok yang pernah membuatku mengerti hidup ini, sosok yang membuatku mensyukuri hidup ini, sosok yang membuatku selalu bersemangat dalam meraih cita cita dikehidupanku ini.
Pagi itu, aku berangkat lebih awal dari biasanya. Aku tak tahu mengapa, yang pasti aku merasa ada hal menarikku untuk berangkat lebih awal. Sesampainya disekolah, kulihat sudah ada sepasang sepatu yang tergeletak dirak sepatu. “Pasti Rini..” pikirku dalam hati. Rini adalah sahabatku dikelas ini, kepada dialah aku bercerita tentang semua pengalamanku, baik itu bahagia ataupun sedih, tempat berbagi keluh kesahku dan segala perasaanku. Rinipun tak pernah sama sekali mengeluh, ia tetap selalu menjadi sahabatku yang setia disampingku. Ia juga terkenal dengan anak yang rajin, setiap hari ia selalu berangkat pagi-pagi untuk bersih bersih kelas walaupun itu bukan jadwal piket. Sungguh mulia hatinya.
Namun, setelah ku memasukki kelas.. dugaanku salah, ia bukanlah rini, melainkan Iasz. “Assalamu’alaikum..” sapaku padanya, “Waalaikumsalam..” jawabnya dengan senyuman indah dibibirnya. Tak seperti biasanya ia berangkat pagi, padahal ia selalu masuk telat akhir akhir ini. “Tumben udah dateng?” tanyaku padanya, ia tersenyum lalu beranjak mendekat kepadaku, “Ya gpp donk Ra.. masak gue harus telat melulu tiap sekolah? Malu donk..!” jawabnya santai, aku hanya tersenyum, “BTW, lo udah ngerjakan PR matematika?” tanyanya lagi, “mmm.. beluummm. PR-nya sulit sich!” keluhku padanya, “Tumben lo belum ngerjakan, biasanya paling rajin sendiri dikelas ini” katanya dengan senyuman khas dia. “Gw udah selesai..” katanya lagi dengan santai, “Loo bbisa ngerjain soal itu? Alah omong kosong?” jawabku tak percaya, namun ia segera mengambil bukunnya dan menyerahkannya padaku. Aku tak tahu, tak pernah sedikitpun aku berfikir ia bisa mengerjakan soal sesulit ini. tanpa kusuruh, ia menuju kebangkuku dan  menjelaskan maksud PR tersebut serta menyelesaikannya dengan mudah dan cepat. Aku kagum, sungguh benar kagum padanya. Kenapa ia bisa secerdas itu? Namun, Tiba tiba ada siswa lain yang datang, ia segera menjauh dari bangkuku dan duduk dibangkunya tanpa berucap sepatah katapun padaku.
“Anehh..” lirihku, ia hanya tersenyum. Namun ku tak hiraukan. “tett..teett..” bel masuk kini telah berbunyi, waktu belajar mengajarpun dimulai. Saat pelajaran IPA, yang kebetulan guru itu adalah wali kelasku. Beliau membuat tatanan baru dikelas ini. yang tentunya tatanan ini akan berbeda dengan sebelumnya, “IRA… Semoga kita sebangku lagi ya..!” Harap Dina teman sebangkuku. , “Hmm.. iya Din. Kuharap juga begitu” jawabku, walaupun sebenarnya ada keinginan lain.
Entah mengapa aku ingin sekali sebangku dengan Iasz. Aku ingin sekali dekat dengannya. Sejak kejadian tadi pagi, aku merasa ada hal yang berbeda, aku merasa senang bila ia ada didekatku. “Namun apakah mungkin?” lirihku tiba tiba.. “Hayoo.. kamu kenapa?” tanya Rini tiba tiba, “Mmm.. gpp, mungkin gg ya aku sebangku dengan Iasz?” tanyaku lirih pada Rini.. “Uppss.. ciiee…khhmm.. ada rasa nich?” goda Rini.. “yee.. gaklah, kucuma mau hal yang baru aja.” Belaku, “hahha.. liat aja nanti, kamu pasti sebangku kog dengan Aldi” Rini tertawa mendengar jawabanku. Aku hanya diam.
Ternyata benar setelah Bu guru menyampaikan tatanan bangkunya, aku sebangku dengan Iasz sedangkan Rini dengan Alvin. Hatiku senang sekali, aku pun tersenyum kulihat Rini juga begitu. Mungkin kami berdua mendapatkan teman sebangku sesuai dengan harapan masing masing. Dan Akupun segera menuju bangku tersebut dan duduk kembali lalu melanjutkan kegiatan belajar mengajar seperti biasanya. Aku dan Iasz selalu bahu membahu jika ada mapel yang belum kita pahami.
Beberapa bulan telah terlalui, kini aku dan Iasz sudah semakin dekat. Kamipun bersahabat, Iasz selalu menyemangatiku, memberiku nasehat, dan ia juga selalu setia mendengarkan curahan hatiku. Kini, setiap aku punya masalah tak hanya kepada Rini sajalah aku bercerita,namun aku juga selalu cerita pada Iasz begitu juga dengan dia. Kami tak pernah berbohong satu sama lain, selalu jujur dan saling percaya.. hal itulah yang membuat persahabatan kami selalu terlihat indah. Kami juga sering bermain bersama, bercanda, menangis, dan tertawa bersama.
Tak terasa, satu semester telah terlalui. Kini waktunya untuk melihat hasil nilai kami belajar mengajar selama ini, tak kusangka nilaiku semakin membaik dan peringkat satupun aku dapatkan, sedangkan Iasz ia berada dalam peringkat kedua, nilai kami tak beda jauh hanya selisih 3. Namun, hal itu tak pernah kami masalahkan. Bahkan hal itu membuat kami semakin giat belajar dan lebih serius dalam bersaing. Aku dan Iasz pun selalu memperebutkan juara satu dikelas, jika semester ini aku yang dapat maka semester selanjutnya iasz yang dapat. Hal tersebut berlangsung hingga 2 tahun.
Kini semua terasa berbeda, kelas baru ini sungguh tak mengenakkan. Aku tak lagi sebangku dengan Iasz bahkan kami harus pisah kelas, sedih memang. Kamipun jadi jarang bercerita, jarang bermain bersama, jarang bercanda, menangis, dan tertawa seperti dulu. Aku merasa ada hal ganjil dihatiku, aku seperti tak rela ini semua terjadi, aku ingin kembali seperti dahulu lagi, ketika aku dekat dengannya. Aku tak tahu, ada apa dengan perasaanku saat ini, yang kutahu aku selalu memikirkannya, aku selalu teringat segala yang kualami dengannya, hanya dia dan dia yang kini ada diotakku. “Rin, kenapa sich dengan aku ini?” cerita kupada Rini dengan nada sedih, “Aku ingin kembali seperti dulu, saat aku masih bisa dekat dengannya..” lanjutku, “Sabar aja, mungkin ini yang terbaik..” nasehat Rini padaku, “Tapi aku gg suka jika aku jauh darinya, melihat dia dengan orang lain aja aku gg suka Rin, apalagi kalau dia lagi sama cewe’ kelasnya aku gg suka” curhatku lagi padanya, “Apa mungkin aku suka sama dia?” tanyaku pada Rini, Rini terdiam sejenak “Aku rasa juga begitu, kamu sepertinya cinta sama dia” katanya tulus. Aku terdiam, apakah mungkin? Aku tak mempercayainya bahkan aku ingin menolaknya, namun bagaimana bisa? Mencintainya itu tulus ada dihatiku tanpa kuundang, dan kini rasa itu tak bisa ku hapus. Sungguh.. padahal ku hanya ingin menjadi sabahatnya seja, tak ingin lebih dari itu. Namun apalah daya jika cinta kini telah ada, jika cinta kini telah aku rasakan. Aku benar tak mempercayainya, bahkan aku takut, takut jika dia menjauh ketika dia tahu perasaanku padanya. Biarlah, biarlah aku diam, menjadi sahabatnya saja aku sudah bersyukur, apalagi bisa mengenalnya dengan dekat, biarlah aku akan mencoba diam, diam dengan semua yang akau rasakan. Dan jika ia mempunyai perasaan sama, semoga cinta dapat bersatu, namun jika ternyata hatinya telah tercipta untuk orang lain, aku akan mencoba melepasnya, walaupun itu sangat sulit dan menyakitkan hati.
Hingga sekarang, ketika aku telah berada jauh darinya, aku tetap mencintainya, menyayanginya setulus hatiku, walau sampai saat ini. hanya persahabatanlah yang mengikat kami.

THE END……